Gugatan Pembeli NFT Nike, Tuntutan Rp 84 Miliar atas Penutupan RTFKT

JAKARTA, uccphilosoph.com – Pada April 2025, Nike, raksasa pakaian olahraga asal Amerika Serikat, menghadapi gugatan class-action senilai lebih dari $5 juta (sekitar Rp 84 miliar) di pengadilan federal Brooklyn, New York. Gugatan ini diajukan oleh sekelompok pembeli non-fungible token (NFT) yang merasa dirugikan akibat penutupan mendadak unit NFT Nike, RTFKT, pada Desember 2024. Dipimpin oleh Jagdeep Cheema, penggugat menuduh Nike melakukan praktik menyesatkan dengan mempromosikan NFT bertema sepatu sebagai investasi menjanjikan, lalu menghentikan proyek tanpa peringatan, menyebabkan nilai aset digital mereka anjlok. Kasus ini tidak hanya menyoroti kerugian finansial, tetapi juga memicu perdebatan tentang status hukum NFT sebagai sekuritas di Amerika Serikat.

Latar Belakang Kasus

Nike mengakuisisi RTFKT Studios, sebuah perusahaan yang mengembangkan sepatu virtual dan koleksi digital, pada Desember 2021 dengan nilai yang diperkirakan mencapai $1 miliar. Akuisisi ini merupakan bagian dari strategi Nike untuk memasuki dunia metaverse dan NFT, memanfaatkan merek ikoniknya untuk menarik investor dan penggemar. RTFKT memungkinkan pemilik NFT untuk memperdagangkan token mereka di pasar sekunder dan mengikuti tantangan serta misi untuk mendapatkan hadiah. Namun, pada 2 Desember 2024, Nike mengumumkan melalui akun X resmi RTFKT bahwa mereka akan “menghentikan operasi RTFKT” pada akhir Januari 2025, dengan merilis koleksi terakhir bertajuk Blade Drop. Pengumuman ini memicu kemarahan komunitas, karena nilai NFT Nike di pasar sekunder merosot tajam dan belum pulih hingga April 2025.

Menurut laporan, pasar NFT global mengalami penurunan signifikan pada kuartal pertama 2025, dengan penjualan turun 63% dari $4,1 miliar pada 2024 menjadi $1,5 miliar. Penutupan RTFKT memperburuk situasi bagi pemilik NFT Nike, dengan beberapa koleksi seperti Clone X dan Animus mengalami masalah teknis, seperti gambar yang hilang dan digantikan oleh pesan “holding page” dari Cloudflare. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa Nike berhenti membayar server yang menampilkan visual NFT, menimbulkan keraguan tentang nilai jangka panjang aset digital yang bergantung pada layanan terpusat.

Tuduhan dalam Gugatan

Gugatan yang diajukan pada 25 April 2025 di Pengadilan Distrik AS, Distrik Timur New York (kasus nomor 25-02305), mencakup beberapa tuduhan utama:

  1. Penjualan Sekuritas Tidak Terdaftar: Penggugat, yang dipimpin oleh warga Australia Jagdeep Cheema, mengklaim bahwa NFT Nike merupakan sekuritas yang tidak terdaftar sesuai hukum federal AS. Mereka berargumen bahwa Nike gagal memberikan informasi penting yang wajib diungkapkan jika NFT didaftarkan sebagai sekuritas, seperti risiko proyek dihentikan. Penggugat menyatakan mereka tidak akan membeli NFT dengan harga tinggi—atau sama sekali—jika mengetahui risiko ini.

  2. Praktik Menyesatkan: Nike dituduh menggunakan “kehebatan pemasaran dan merek ikoniknya” untuk menghipnotis, mempromosikan, dan mendongkrak nilai NFT RTFKT, menciptakan ekspektasi bahwa nilai aset akan meningkat seiring popularitas proyek. Namun, penutupan RTFKT dianggap sebagai “soft rug pull,” istilah dalam dunia kripto yang merujuk pada pengembang yang meninggalkan proyek setelah meraup keuntungan, meninggalkan investor dengan aset tak berharga.

  3. Pelanggaran Hukum Perlindungan Konsumen: Gugatan menyebutkan bahwa Nike melanggar undang-undang perlindungan konsumen di New York, California, Florida, dan Oregon. Penggugat menyoroti bahwa Nike memperoleh keuntungan dari penjualan NFT primer dan sekunder, sementara investor ritel menanggung kerugian besar. Mereka juga kehilangan akses ke fitur inti seperti tantangan dan misi yang menjadi alasan utama pembelian NFT.

  4. Kerugian Finansial: Penggugat mengklaim kerugian “ratusan ribu dolar” akibat anjloknya nilai NFT setelah penutupan RTFKT. Mereka menuntut ganti rugi lebih dari $5 juta untuk pelanggaran hukum perdagangan yang tidak adil dan praktik menipu di berbagai negara bagian.

Status Hukum NFT sebagai Sekuritas

Salah satu isu utama dalam gugatan ini adalah apakah NFT dapat diklasifikasikan sebagai sekuritas berdasarkan hukum federal AS. Hingga April 2025, pengadilan AS belum secara definitif memutuskan status hukum NFT sebagai sekuritas, dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) belum menetapkan peraturan yang jelas. Dalam surat pada 9 April 2025, pasar NFT OpenSea mendesak SEC untuk mengecualikan NFT dari hukum sekuritas federal, dengan alasan bahwa NFT tidak memenuhi definisi hukum sekuritas. Namun, penggugat berargumen bahwa NFT Nike mendapatkan nilainya dari keberhasilan pemasaran Nike, sehingga memenuhi kriteria sekuritas berdasarkan ekspektasi keuntungan dari usaha pihak ketiga.

Meski status sekuritas NFT belum jelas, penggugat menegaskan bahwa pengadilan tidak perlu memutuskan isu ini untuk menangani gugatan, karena tuduhan pelanggaran hukum perlindungan konsumen tetap berlaku terlepas dari klasifikasi NFT.

Tanggapan Nike dan Dampak Pasar

Hingga akhir April 2025, Nike, yang berbasis di Beaverton, Oregon, belum memberikan tanggapan resmi atas gugatan tersebut. Pengacara penggugat, Phillip Kim, juga menolak berkomentar. Penutupan RTFKT bukanlah kasus isolasi; pasar NFT secara keseluruhan menghadapi tantangan, dengan penutupan pasar lain seperti Kraken NFT pada Februari 2025 setelah beralih ke mode penarikan saja pada November 2024. Kejadian ini menambah keraguan tentang keberlanjutan proyek NFT yang bergantung pada dukungan perusahaan.

Kasus ini memiliki implikasi besar, tidak hanya bagi Nike tetapi juga untuk masa depan proyek NFT korporat. Jika pengadilan memutuskan mendukung penggugat, perusahaan mungkin harus memikirkan ulang cara mereka meluncurkan dan mengelola proyek NFT, termasuk kewajiban untuk mengungkapkan risiko kepada investor. Selain itu, kasus ini dapat mendorong SEC untuk mempercepat pengembangan regulasi NFT, memberikan kejelasan bagi pelaku pasar.

Reaksi Komunitas dan Media

Berita tentang gugatan ini ramai dibahas di media sosial, termasuk di platform X. Sebuah unggahan dari @kompascom pada 29 April 2025 menyebutkan bahwa Nike digugat oleh pembeli NFT atas kerugian yang ditimbulkan, sementara @Vingika menyoroti tuduhan penipuan terkait sekuritas dan tuntutan lebih dari $5 juta. Sentimen di kalangan komunitas kripto cenderung negatif, dengan banyak pengguna menyamakan penutupan RTFKT dengan kegagalan proyek NFT lain yang meninggalkan investor dalam ketidakpastian.

Gugatan ini menandai momen penting dalam evolusi NFT dan hubungannya dengan hukum konsumen serta regulasi sekuritas. Bagi Nike, yang memiliki pendapatan tahunan sekitar $50 miliar, gugatan senilai $5 juta mungkin bukan ancaman finansial besar, tetapi dapat merusak reputasi mereknya di ruang digital. Bagi investor NFT, kasus ini adalah pengingat akan risiko tinggi dalam berinvestasi di aset digital, terutama yang bergantung pada dukungan perusahaan terpusat.

Bagi mereka yang mempertimbangkan investasi di NFT, kasus Nike-RTFKT menjadi pelajaran penting untuk memeriksa risiko, termasuk potensi penghentian proyek dan kurangnya perlindungan hukum. Sementara itu, komunitas kripto dan pengamat hukum menantikan bagaimana pengadilan akan menangani isu sekuritas dan apakah kasus ini akan membentuk preseden baru untuk industri NFT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *