Zarof Ricar Hadapi Tuntutan 20 Tahun Penjara atas Korupsi di Mahkamah Agung

JAKARTA, uccphilosoph.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Mei 2025. Zarof didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi yang mencoreng integritas institusi peradilan.
Latar Belakang Kasus
Zarof Ricar, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA, dituduh memanfaatkan posisinya untuk memengaruhi putusan pengadilan. Salah satu kasus yang menyeret namanya adalah keterlibatannya dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terpidana dalam perkara penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera. Jaksa menyatakan bahwa Zarof bertindak sebagai perantara, menerima suap sebesar Rp5 miliar untuk memengaruhi tiga hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur.
Selain itu, selama periode 2012 hingga 2022, Zarof diduga menerima gratifikasi dalam jumlah fantastis, mencapai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Barang bukti ini ditemukan saat penggeledahan rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, pada Oktober 2024, yang membuat penyidik nyaris pingsan karena besarnya nilai aset tersebut. Uang tunai sebesar Rp920 miliar dan emas senilai Rp75 miliar menjadi bukti nyata dari praktik korupsi yang dilakukannya.
Dakwaan dan Tuntutan
Jaksa meyakini Zarof bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 serta Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan bahwa Zarof memanfaatkan jabatannya sebagai eselon I dan II di MA untuk memudahkan akses kepada hakim agung, termasuk saat ia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (2014–2017) dan Kepala Balitbang Diklat Kumdil (2017–2022).
Tuntutan 20 tahun penjara mencerminkan beratnya pelanggaran yang dilakukan Zarof, yang dianggap telah mencederai integritas Mahkamah Agung sebagai institusi penegak hukum. Jaksa juga menuntut Zarof membayar denda Rp1 miliar, dengan ketentuan bahwa jika tidak dibayar, ia akan menjalani kurungan tambahan selama 6 bulan.
Dampak pada Institusi Peradilan
Kasus ini telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan memicu seruan untuk reformasi peradilan. Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai bahwa MA perlu meminta maaf kepada publik sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas kasus Zarof Ricar. Ia juga mendesak MA untuk menyusun roadmap yang jelas guna memberantas mafia peradilan. “Kasus ini menunjukkan betapa sistemiknya praktik korupsi di lingkungan peradilan,” ujar Bivitri.
Eks penyidik KPK, Yudi, menyatakan bahwa Zarof bisa menjadi whistleblower untuk membongkar jaringan mafia peradilan yang lebih luas. Menurutnya, jika Zarof bersedia “bernyanyi,” banyak pihak lain yang terlibat dapat terungkap, mengingat skala gratifikasi yang diterimanya menunjukkan keterlibatan jaringan besar.
Aset dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Selain kasus suap, Zarof juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada April 2025. Penyidik Kejagung telah memblokir aset Zarof yang tersebar di Jakarta Selatan, Depok, dan Pekanbaru, yang diduga disamarkan atas nama anggota keluarganya. Aset ini mencakup properti dan barang berharga yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkap bahwa gratifikasi yang diterima Zarof meliputi uang dalam pecahan 1.000 dolar Singapura senilai 71,07 juta dolar Singapura, Rp5,67 miliar dalam pecahan rupiah, serta 1,39 juta dolar AS. Besarnya jumlah ini menunjukkan betapa masifnya praktik korupsi yang dilakukan selama satu dekade.
Respons Publik dan Harapan ke Depan
Kasus Zarof Ricar telah memicu kemarahan publik dan meningkatkan sorotan terhadap integritas lembaga peradilan di Indonesia. Banyak pihak berharap kasus ini menjadi titik balik untuk pembersihan praktik korupsi di MA. Penyidik Kejagung juga meminta Zarof bersikap kooperatif untuk membantu mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat.
Sidang vonis untuk Zarof Ricar dijadwalkan akan berlangsung dalam beberapa minggu ke depan. Publik menanti putusan hakim, yang diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong reformasi menyeluruh di lingkungan peradilan.