50 Ribu Warga Palestina Tewas sejak Agresi Brutal Israel di Jalur Gaza

JAKARTA, uccphilosoph.com – Lebih dari 50.000 warga Palestina telah kehilangan nyawa akibat agresi militer Israel di Jalur Gaza sejak konflik pecah pada 7 Oktober 2023. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, yang dirilis pada hari Minggu, menyebutkan angka kematian mencapai 50.066 jiwa, dengan lebih dari 113.000 lainnya mengalami luka-luka. Angka ini menandai salah satu periode paling berdarah dalam sejarah konflik Israel-Palestina, memicu kecaman global atas dampak kemanusiaan yang ditimbulkan.
Serangan Israel, yang dimulai sebagai respons atas operasi lintas batas kelompok Hamas, telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza. Dalam 48 jam terakhir saja, setidaknya 130 orang tewas dan 263 lainnya terluka akibat bombardir udara dan operasi darat. Ribuan warga masih terjebak di bawah reruntuhan, sementara tim penyelamat kesulitan menjangkau mereka karena blokade ketat dan kerusakan infrastruktur. PBB memperingatkan bahwa 85% penduduk Gaza—sekitar 2 juta orang—telah mengungsi, dengan banyak yang hidup dalam kondisi kelaparan akut.
Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, dengan laporan menyebut lebih dari 17.000 anak tewas sejak agresi dimulai. Rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi menjadi sasaran serangan, termasuk Rumah Sakit Al-Shifa yang berulang kali digempur. Israel berdalih operasinya menargetkan infrastruktur Hamas, namun dampaknya terhadap warga sipil telah menuai tuduhan genosida dari berbagai pihak, termasuk organisasi hak asasi manusia dan beberapa pemimpin dunia.
Komunitas internasional terbelah. AS terus mendukung Israel dengan bantuan militer, sementara negara-negara seperti Turki dan anggota Uni Eropa menyerukan gencatan senjata segera. Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan konflik berulang kali dimentahkan, sementara Mahkamah Internasional masih memproses kasus dugaan genosida terhadap Israel.
Di tengah kehancuran, warga Gaza seperti Umm Ahmed, seorang ibu dari Rafah, berkata, “Kami kehilangan segalanya—rumah, keluarga, harapan. Dunia hanya menonton.” Dengan angka korban yang terus bertambah, pertanyaan besar kini adalah: sampai kapan tragedi ini akan berlangsung?